JURNAL NASIONAL - Senin, 17 Sep 2007
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan adanya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak mempermasalahkan apakah calon tersebut berasal dari kalangan partai politik (parpol) atau nonparpol. Demikian disampaikan Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Al Muzzammil Yusuf kepada Jurnal Nasional, kemarin.
Menurut legislator asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dalam Petitum MK Nomor 5 Tahun 2007 terkait dengan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) disebutkan, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon yang terkait dengan pencalonan dari nonparpol. "Artinya, si pemohon yakni Lalu Ranggalawe boleh mengajukan atau diajukan sebagai calon perseorangan, walaupun ia adalah anggota parpol," kata Al Muzzammil.
Sesuai ketentuan, pemohon uji UU harus merupakan orang yang menganggap hak dan kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya UU bersangkutan. Dalam konteks ini, judicial review dilakukan atas UU Pemda. Lalu Ranggalawe adalah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah. Politikus asal Partai Bintang Reformasi ini merasa haknya untuk menjadi calon gubernur Nusa Tenggara Barat terhalangi oleh Pasal 56 dan Pasal 59 UU Pemda, yang mengharuskan pencalonan oleh parpol atau gabungan parpol.
"Dia merasa dirugikan, karena merasa tidak mempunyai kemampuan finansial untuk membeli perahu parpol. MK juga memutuskan, calon perseorangan juga bisa berasal dari nonpartai. Maka putusan MK jelas tidak mempermasalahkan calon perseorangan yang dimaksud itu berasal dari parpol atau nonparpol," kata Al Muzzammil, menjelaskan.
Anggota Komisi III DPR RI ini mengungkapkan, MK hanya membedakan, pertama, pencalonan pilkada bisa dari parpol atau gabungan parpol dengan syarat 15 persen suara atau kursi DPRD. Kedua, pencalonan pilkada dari jalur bukan oleh parpol, dengan syarat dukungan publik.
Terkait dengan syarat dukungan publik tersebut, kata Al Muzzammil, bisa saja merujuk syarat calon dari parpol sebesar 15 persen, atau merujuk UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 68, yang syaratnya tiga persen dari jumlah penduduk. Atau, di antara tiga persen dan 15 persen.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan adanya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak mempermasalahkan apakah calon tersebut berasal dari kalangan partai politik (parpol) atau nonparpol. Demikian disampaikan Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Al Muzzammil Yusuf kepada Jurnal Nasional, kemarin.
Menurut legislator asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, dalam Petitum MK Nomor 5 Tahun 2007 terkait dengan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) disebutkan, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon yang terkait dengan pencalonan dari nonparpol. "Artinya, si pemohon yakni Lalu Ranggalawe boleh mengajukan atau diajukan sebagai calon perseorangan, walaupun ia adalah anggota parpol," kata Al Muzzammil.
Sesuai ketentuan, pemohon uji UU harus merupakan orang yang menganggap hak dan kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya UU bersangkutan. Dalam konteks ini, judicial review dilakukan atas UU Pemda. Lalu Ranggalawe adalah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah. Politikus asal Partai Bintang Reformasi ini merasa haknya untuk menjadi calon gubernur Nusa Tenggara Barat terhalangi oleh Pasal 56 dan Pasal 59 UU Pemda, yang mengharuskan pencalonan oleh parpol atau gabungan parpol.
"Dia merasa dirugikan, karena merasa tidak mempunyai kemampuan finansial untuk membeli perahu parpol. MK juga memutuskan, calon perseorangan juga bisa berasal dari nonpartai. Maka putusan MK jelas tidak mempermasalahkan calon perseorangan yang dimaksud itu berasal dari parpol atau nonparpol," kata Al Muzzammil, menjelaskan.
Anggota Komisi III DPR RI ini mengungkapkan, MK hanya membedakan, pertama, pencalonan pilkada bisa dari parpol atau gabungan parpol dengan syarat 15 persen suara atau kursi DPRD. Kedua, pencalonan pilkada dari jalur bukan oleh parpol, dengan syarat dukungan publik.
Terkait dengan syarat dukungan publik tersebut, kata Al Muzzammil, bisa saja merujuk syarat calon dari parpol sebesar 15 persen, atau merujuk UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Pasal 68, yang syaratnya tiga persen dari jumlah penduduk. Atau, di antara tiga persen dan 15 persen.
COMMENTS