Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf menjelaskan bahwa kasus bocornya sprindik Anas Urbaningrum membuktikan kewenangan KPK telah digunakan secara tidak patut untuk kepentingan si pembocor dan yang memesan bocoran tersebut. Ia menyarankan agar Komite Etik KPK dipermanenkan untuk mengawasi kerja KPK.
“Tidak mustahil ada pesanan politik dalam pembocoran tersebut. Ini membuktikan KPK juga terdiri dari manusia dengan segala kepentingan subyektifnya. Untuk itu, perlu diawasi oleh publik dan media massa.” Jelas politisi PKS ini dalam keterangannya, 2 April 2013.
Menurut Muzzammil jika ada lembaga negara dengan kewenangan yang sangat besar (super body) seharusnya sanksi yang diberikan kepada pelanggar kode etik juga setimpal, lebih berat.
“Jadi, sanksinya tidak boleh sama dengan lembaga dengan kewenangan yang lebih kecil dan terbatas. Jika tidak berimbang, maka kedepan akan sangat berpotensi dilanggar lagi karena sanksinya kecil dan bukan pidana. Hukuman yang rendah seperti ini ke depan bisa dijadikan ajang transaksional kasus korupsi.” Paparnya.
Untuk itu, kata Muzzammil, perlu adanya aturan yang tegas terhadap pihak tertentu yang membocorkan proses penyidikan yang terjadi di lembaga penegak hukum baik di KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
“Peluang memasukan usulan ini ada di revisi RUU KUHAP yang saat ini sedang di bahas di DPR. Jika perlu ada sanksi pemecatan dan pemidanaan bagi siapapun yang membocorkan ke publik terkait proses penyidikan, termasuk di dalamnya hasil rekaman dan transkrip penyadapan.” Paparnya.
Selain itu, politisi PKS asal Lampung ini menyarankan agar Komite Etik KPK sebaiknya bersifat permanen, bukan lembaga ad hocseperti sekarang.
“Sehingga bisa melekat setiap saat mengawasi kinerja KPK. Karena pembocoran bukan hanya sprindik, hasil sadapan/transkrip sadapan juga terbukti dibocorkan dengan aneka motif yang berpotensi menghambat kerja pemberantasan korupsi. Akhirnya marwah KPK menurun dihadapan publik.” Terangnya.
Jika Komite Etik KPK permanen, kata Muzzammil, maka anggotanya harus diambil dari tokoh-tokoh yang berintegritas, independen, berani, tegas, dan pekerja cepat. “Jadi KPK bukan hanya cepat, semangat dan keras kepada tersangka koruptor. Tapi juga cepat, semangat dan keras kepada diri mereka sendiri. Itu baru adil.”tegasnya
Harapan Muzzammil adalah ke depan KPK betul-betul bisa menegakkan keadilan dan kepastian hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. “Jauh dari campur tangan kepentingan politik dan mafia peradilan.” Harapnya.
COMMENTS