Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan DPP PKS, Almuzzammil Yusuf mendesak agar Kapolri dan Komnas HAM untuk menyelidiki kebenaran video dugaan penyiksaan warga negara Indonesia yang diupload pada 21 Februari 2016 di youtube.com dan tersebar di media sosial.
"Itu video penyiksaan sadis dan biadab jelas melanggar HAM. Kapolri bersama Komnas HAM Indonesia harus segera menyelidiki siapa pelaku dan korban, dimana, mengapa dan kapan peristiwa penyiksaan sadis seperti ini terjadi". Kata Muzzammil dalam keterangan persnya, 7 Maret 2016.
Menurut Muzzammil, perbuatan tersebut melanggar UUD NRI Pasal 28G yang menjamin setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia..
“Termasuk melanggar UU No. 39 Tahun 199 Tentang HAM Pasal 33 bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.” Terangnya.
Menurut Muzzammil, patut diduga penyiksaan sadis tersebut korbannya adalah warga negara Indonesia.
"Karena korban terdengar jelas berbahasa Indonesia. Pelaku yang menyiksa juga berbahasa Indonesia atau Melayu. Apakah ini terjadi di Indonesia atau di negara lain? Kita juga belum tahu apakah pelaku dan korban adalah hubungan majikan dengan buruh TKI?" Ujarnya.
Untuk itu, Muzzammil menuntut agar Kapolri dan Komnas HAM segera melakukan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran dari video tersebut.
“Yang jelas penyiksaannya sangat sadis dan biadab. Harus dibawa ke ranah hukum. Kapolri dan Komnas HAM bisa masuk ke link inihttps://www.youtube.com/watch? v=pxISZEuXW00. Adapun surat resmi dan videonya akan kami kirim ke Mabes Polri, Komnas HAM dan Komisi III DPR RI." Terangnya.
Muzzammil menambahkan, penyiksaan atau kekerasan yang tidak manusiawi seperti itu tidak boleh dilakukan oleh siapapun dan kepada siapapun dengan alasan hukuman karena kesalahan.
"Pemberian sanksi atau hukuman hanya boleh dilakukan oleh negara atau pengadilan. Tidak boleh kita main hakim sendiri." Tegasnya.
"Pemberian sanksi atau hukuman hanya boleh dilakukan oleh negara atau pengadilan. Tidak boleh kita main hakim sendiri." Tegasnya.
COMMENTS