Isu dana asing ke capres sudah beredar semenjak Pilpres 2004.
JAKARTA -- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha, mengatakan dana dari luar negeri untuk kampanye sudah tegas dilarang. Bahkan, katanya, dasarnya pelarangan itu selama ini sudah ada di dalam UU Partai Politik.
''Tidak boleh (dana asing pemilu). Dilarang keras,'' kata Putu, di Jakarta, Kamis (12/6). Namun, lanjut Putu, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah bagaimana cara mengetahui uang yang diterima partai politik maupun nanti calon presiden itu berasal dari luar negeri. ''Sebab, yang dikhawatirkan itu kan nantinya sudah melewati proses money laundring (pencucian uang).''
KPU, kata Putu, pasti akan menyatakan pelarangan penerimaan dana luar negeri untuk kampanye. Namun, menurut dia, kewenangan teknis untuk melacak asal dana kampanye tidak berada di tangan KPU. ''Itu soal teknis yang lain. Jadi bukan ranah KPU.''
Senada dengan Putu, Direktur Nasional Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mengatakan pada prinsipnya dana asing tidak boleh dipakai untuk membiayai pemilu. ''Jangankan untuk pemilu presiden (pilpres), untuk sosialisasi pemilu pun seharusnya tidak bisa.''
Menurut Ray, ketika pemilu mendapat 'subsidi' dari asing, secara prinsip dapat dianggap telah terjadi intervensi. Apalagi, sistem kenegaraan Indonesia adalah menganut presidensial. Masuknya dana asing jelas menjadikan posisi pemerintah menjadi berbahaya karena rentan 'dipermainkan' kepentingan negara asing.
''Nah, misalnya ketika kampanye pemilu presiden dibiayai dana asing, maka secara simbolik kemenangan seorang calon presiden karena mendapat bantuan dana asing itu,'' kata dia.
Dengan demikian, tegas Ray, kini harus mulai dipertanyakan mengenai penyebab munculnya usulan perlunya pemilu mendapat pasokan dana asing.''Jadi apa maksud di balik usul ini? Siapa yang mengusulkan, alasannya apa, dan apa targetnya ?'' kata Ray. Karena, kata dia, draf UU Pemilihan Presiden ini pada awalnya sama dengan UU partai politik, dalam persoalan batasan sumber dana kampanye.
''Yang paling penting, prinsipnya tidak bisa terima dana asing itu. Kalaupun prinsip ini dilanggar, itu masalah lain. Sebab, soal ini menjadi hal yang rawan karena kemampuan audit dana pemilu yang tetap saja belum bagus,'' ujar Ray Rangkuti.
Sikap FPG dan FPKS
Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menginginkan sanksi 'pembatalan kemenangan' bagi pasangan calon yang menerima dan kampanye dari luar negeri. Mereka juga menginginkan agar pascapelantikan pasangan calon pemenang, maka saat itu harus sudah tidak ada lagi persoalan pelanggaran pemilu.
Ketua Pansus RUU Pilpres dari FPG, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan, pihaknya sependapat dengan usulan sejumlah fraksi yang meminta sanksi pelanggar ketentuan penerimaan dana asing diperberat.
''Saya usulkan bisa saja sanksinya hingga pembatalan pemenang,'' kata Ferry. Menurut dia, fraksinya nanti akan mengusulkan penerima dana asing ini sanksinya dibuat bertingkat. Artinya, sanksi pembatalan akan diterapkan jika dana yang diterima melebihi kualifikasi tertentu.
Usulan pemberian sanksi tegas juga diusulkan FPKS. Anggota FPKS, Almuzzamil Yusuf, menyatakan bantuan asing itu sangatlah berbahaya. Bahkan adanya penerimaan dana asing akan mencoreng kehormatan calon presiden/wakil presiden terpilih.
''Penerimaan dana asing juga akan membuat bangsa ini tersandera kepentingan asing, jika capres yang didukungnya memenangkan pilpres. Ini untuk menjaga kedaulatan bangsa dari campur tangan asing di pilpres,'' ungkapnya.
Diingatkannya, isu mengucurnya dana asing ke pasangan capres tertentu sudah bergulir di Pilpres 2004. Agar kejadian ini tidak terulang, maka sedari awal harus diberikan sanksi tegas bagi mereka yang menerima dana asing. ann/dwo
JAKARTA -- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha, mengatakan dana dari luar negeri untuk kampanye sudah tegas dilarang. Bahkan, katanya, dasarnya pelarangan itu selama ini sudah ada di dalam UU Partai Politik.
''Tidak boleh (dana asing pemilu). Dilarang keras,'' kata Putu, di Jakarta, Kamis (12/6). Namun, lanjut Putu, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah bagaimana cara mengetahui uang yang diterima partai politik maupun nanti calon presiden itu berasal dari luar negeri. ''Sebab, yang dikhawatirkan itu kan nantinya sudah melewati proses money laundring (pencucian uang).''
KPU, kata Putu, pasti akan menyatakan pelarangan penerimaan dana luar negeri untuk kampanye. Namun, menurut dia, kewenangan teknis untuk melacak asal dana kampanye tidak berada di tangan KPU. ''Itu soal teknis yang lain. Jadi bukan ranah KPU.''
Senada dengan Putu, Direktur Nasional Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, mengatakan pada prinsipnya dana asing tidak boleh dipakai untuk membiayai pemilu. ''Jangankan untuk pemilu presiden (pilpres), untuk sosialisasi pemilu pun seharusnya tidak bisa.''
Menurut Ray, ketika pemilu mendapat 'subsidi' dari asing, secara prinsip dapat dianggap telah terjadi intervensi. Apalagi, sistem kenegaraan Indonesia adalah menganut presidensial. Masuknya dana asing jelas menjadikan posisi pemerintah menjadi berbahaya karena rentan 'dipermainkan' kepentingan negara asing.
''Nah, misalnya ketika kampanye pemilu presiden dibiayai dana asing, maka secara simbolik kemenangan seorang calon presiden karena mendapat bantuan dana asing itu,'' kata dia.
Dengan demikian, tegas Ray, kini harus mulai dipertanyakan mengenai penyebab munculnya usulan perlunya pemilu mendapat pasokan dana asing.''Jadi apa maksud di balik usul ini? Siapa yang mengusulkan, alasannya apa, dan apa targetnya ?'' kata Ray. Karena, kata dia, draf UU Pemilihan Presiden ini pada awalnya sama dengan UU partai politik, dalam persoalan batasan sumber dana kampanye.
''Yang paling penting, prinsipnya tidak bisa terima dana asing itu. Kalaupun prinsip ini dilanggar, itu masalah lain. Sebab, soal ini menjadi hal yang rawan karena kemampuan audit dana pemilu yang tetap saja belum bagus,'' ujar Ray Rangkuti.
Sikap FPG dan FPKS
Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) menginginkan sanksi 'pembatalan kemenangan' bagi pasangan calon yang menerima dan kampanye dari luar negeri. Mereka juga menginginkan agar pascapelantikan pasangan calon pemenang, maka saat itu harus sudah tidak ada lagi persoalan pelanggaran pemilu.
Ketua Pansus RUU Pilpres dari FPG, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan, pihaknya sependapat dengan usulan sejumlah fraksi yang meminta sanksi pelanggar ketentuan penerimaan dana asing diperberat.
''Saya usulkan bisa saja sanksinya hingga pembatalan pemenang,'' kata Ferry. Menurut dia, fraksinya nanti akan mengusulkan penerima dana asing ini sanksinya dibuat bertingkat. Artinya, sanksi pembatalan akan diterapkan jika dana yang diterima melebihi kualifikasi tertentu.
Usulan pemberian sanksi tegas juga diusulkan FPKS. Anggota FPKS, Almuzzamil Yusuf, menyatakan bantuan asing itu sangatlah berbahaya. Bahkan adanya penerimaan dana asing akan mencoreng kehormatan calon presiden/wakil presiden terpilih.
''Penerimaan dana asing juga akan membuat bangsa ini tersandera kepentingan asing, jika capres yang didukungnya memenangkan pilpres. Ini untuk menjaga kedaulatan bangsa dari campur tangan asing di pilpres,'' ungkapnya.
Diingatkannya, isu mengucurnya dana asing ke pasangan capres tertentu sudah bergulir di Pilpres 2004. Agar kejadian ini tidak terulang, maka sedari awal harus diberikan sanksi tegas bagi mereka yang menerima dana asing. ann/dwo
COMMENTS